Ervan Hendar, salah seorang GTT di sekolah dasar (SD) yang ada di Kecamatan Rawamerta mengatakan, uang yang di dapat setiap bulannya yaitu Rp400.000. Uang itu di dapat dari pihak sekolah melalui dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sebesar Rp250.000 di tambah tunjangan transport dari Pemkab Karawang sebesar Rp150.000 setiap bulannya.
“Penghasilan per bulan saya menjadi GTT itu hanya Rp400.000. Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, saya bekerja di tempat lain,” kata Ervan lulusan Sarjana Bahasa Indonesia ini kepada Pasundan Ekspres (Group JPNN),kemarin.
Sementara, ditempat berbeda Ketua Persatuan Guru non PNS Bersertifikat Pendidik (PGNPBP) Karawang, Adam Bachtiar ST MM menjelaskan, saat ini GTT kondisinya dianaktirikan oleh pemerintah. PGNPBP Karawang tercatat memiliki anggota sebanyak 500 GTT yang manyoritas mengajar di sekolah swasta. Membahas tentang uang yang di dapat oleh seorang GTT setiap bulannya, beber Adam, nominal rupiahnya jauh dari besaran KHL atau UMK.
Seorang GTT, lanjut Adam, dibayar sesuai dengan jumlah jam mengajar. Nominalnya bervariasi mulai dari Rp8.000 hingga Rp15.000 per jam, namun kebanyakan harganya Rp10.000. Dalam satu minggu, seorang GTT memiliki jam minimal mengajar sebanyak 24 jam, sedangkan jam maksimalnya 42 jam.
“Rata-rata GTT itu menerima upah dari hasil jam mengajar sekitar Rp240.000 per bulannya. Kemudian di tambah uang transport dari Pemkab Karawang Rp150.000 setiap bulan, dan tunjangan fungsional Rp200.000 setiap bulannya yang di bagikan setiap enam bulan sekali juga dengan kuota yang terbatas. Sehingga jumlah total uang yang di dapat oleh GTT yaitu sekitar Rp590.000 setiap bulannya,” papar Adam.
Dengan nilai uang itu, dikatakan Adam, sangat tidak sebanding dengan kewajiban dan tanggungjawabnya sebagai pencetak generasi bangsa yang berpendidikan. Juga tidak sebanding dengan gelar sarjana yang di sandang seorang GTT. Sementara, untuk menjadi guru Pegawai Negri Sipil (PNS), kata Adam, berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan olehnya, dalam tes penerimaan PNS sarat oleh praktek kotor yang melibatkan uang sogokan.
“Sudah menjadi rahasia umum, namun sulit untuk di buktikan dengan cara data otentik. Jika tes penerimaan PNS itu sarat praktek suap. GTT tidak kuat mengikuti sistem kotor itu. Penghasilan GTT saja dibawah Rp500.000 per bulan,” kata Adam yang tercatat sebagai GTT di SMK Tunas Mekar Karawang.
Selain itu, masih dikatakan Adam terbitnya surat edaran Sekjen Kemendikbud RI di bulan September 2011, No. 088209/A.C5/KP/2011 yang ditujukan kepada bupati dan walikota di seluruh Indonesia tentang penundaan pemberian tunjangan profesi, ditanggapi Adam sebagai kebijakan yang keliru. Surat edaran itu salah satunya menjelaskan tentang uang insentif guru honorer yang bersumber dari APBD.
Padahal, tandas Adam, Undang-undang mengatur jika pendidikan merupakan tanggungjawab pemerintah. Kendala pemerintah saat ini yaitu kekurangan guru dari PNS. Sehingga dibantu oleh GTT. Guru PNS sudah sangat sejahtera oleh honor dan intensif yang sangat cukup.
“Sedangkan GTT tidak diperhatikan kesejahteraannya. Jika seperti ini terus menerus, bisa saja GTT melakukan mogok mengajar dan dapat dipastikan guru PNS akan keteteran mengajar anak didiknya,” tandas Adam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar