Lalu mari simak gaji dari kebanyakan guru honorer atau pun guru swasta. Ada memang yang gajinya sudah setara dengan yang diterima guru PNS, namun jumlah penerimanya tentu tidaklah banyak. Sebagian besar dari mereka masih menerima gaji jauh dibawah standar, sebut misalnya standar upah minimum kota/kabupaten (UMK). Bahkan tidak sedikit guru swasta atau honorer yang digaji Rp 75 ribu atau Rp 100 ribu per bulan.
Menariknya, kalau hendak melakukan hitung-hitungan sederhana; sekolah swasta dengan uang masuk dan SPP bulanan besar pun, gaji guru tetap tidak sebanding dengan pendapatan yang diterima. Sebuah SMP di Jakarta mampu menggaji guru tetap sekitar Rp 4,5 juta per bulan. Sedang guru tidak tetap digaji sekitar Rp 4 juta per bulan. Sekoalah ini menetapkan uang masuk sebesar Rp 8 juta dan SPP sebesar Rp 800 ribu per bulan
Dengan jumlah 300 siswa dan uang masuk rata-rata Rp 7 juta per siswa, sekolah ini meraup Rp 2,1 miliar selama tiga tahun. Kalau iuran bulanan Rp 700 ribu per siswa, SMP ini diguyur Rp 7,56 miliar. Jadi, total pendapatan selama tiga tahun di luar biaya daftar ulang, buku pelajaran, dan uang les bidang studi sekitar Rp 9,66 miliar. Di SMP tersebut ada 1 kepala sekolah, 6 guru tetap, 12 guru tak tetap, 2 guru honorer, 1 tata usaha, dan 1 pesuruh.
Kalau masing-masing bergaji Rp 6 juta, Rp 4,5 juta, Rp 4 juta, Rp 2,5 juta, Rp 3 juta, dan Rp 2 juta, pengeluaran gaji Rp 91 juta per bulan atau atau Rp1,092 miliar per tahun. Kalau tiap tahun ada kenaikan 10 persen, biaya gaji dan honor selama tiga tahun sekitar Rp3,461 miliar atau 35,82 persen dari pemasukan. Persentase tersebut akan makin mengecil jika ditambah biaya daftar ulang, uang buku, dan uang bulanan les bidang studi. Persentase seperti itu tentu tergolong rendah untuk biaya sumber daya manusia (SDM).
Parahnya, masih banyak sekolah swasta yang menerapkan sistem honorarium guru tak tetap dan guru honorer dengan cara yang absurd, baik negeri maupun swasta. Sistemnya adalah tarif honor per jam pelajaran dikalikan jumlah jam pelajaran yang menjadi beban guru selama seminggu. Penghitungan selama seminggu itulah yang ditetapkan sebagai honor per bulan.
Misalnya, tarif honor per jam pelajaran Rp40 ribu dan seorang guru mengajar 24 jam pelajaran seminggu, maka honornya sebulan Rp960 ribu. Hanya sedikit sekolah swasta yang mematok tarif honor Rp 40 ribu per jam pelajaran. Malah, masih banyak sekolah swasta mematok di bawah Rp 30 ribu per jam pelajaran.
Angin segar seolah berembus ketika beberapa waktu terakhir muncul rencana bahwa pemerintah berencana menetapkan standar gaji minimum bagi guru honorer dan guru sekolah swasta. Namun, meski standardisasi tersebut mewajibkan pemda membuat peraturan daerah yang harus dipatuhi sekolah swasta. Apakah kewajiban itu akan dipatuhi pemda? Kalaupun pemerintah daerah melaksanakannya, apakah sekolah swasta akan mematuhi?
Jangan-jangan rencana tersebut hanya akan menjadi macan ompong ketika pemda membangkang sebagaimana sering terjadi selama ini dan sekolah swasta tak bisa ditekan karena pintar “bergerilya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar