Di satu sisi kebijakan ini memberikan daerah untuk mencari guru sesuai dengan karakteristik masing-masing . Di sisi lain kebijakan ini menimbulkan tidak meratanya jumlah tenaga pengajar di satu daerah dengan daerah lain. Kini setelah hampir sepuluh tahun berjalan, pemerintah pusat mulai membenahi distribusi guru di daerah-daerah.
Kebijakan itu dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) lima menteri yang ditandatangani Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi,Menteri Dalam Negeri,Menteri Keuangan, dan Menteri Agama. SKB itu meminta kepada bupati/wali kota melakukan pemetaan dan penataan guru PNS antar satuan pendidikan, antar jenjang dan antar jenis pendidikan di satuan pendidikan.
Namun kenyataan di lapangan tak semudah keputusan di atas kertas. Hingga kemarin 38 kabupaten/kota di Jawa Timur masih kelabakan menjalankan instruksi tersebut. Bahkan sekedar memetakan jumlah kelebihan dan kekurangan guru saja pemkab/ pemkot mengaku kesulitan. Padahal pemetaan ditarget selesai Februari ini.”Saya rasa tidak bisa Februari ini selesai,” kata Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, Yayuk Eko Agustin.
Pemkot Surabaya memang terang-terangan agak keberatan dengan kebijakan ini. Mereka berniat mempertahankan para guru yang ada Kota Pahlawan. Pemkot beralasan kendati kelebihan guru mata pelajaran, namun kebutuhan guru untuk pendidikan dasar dan menengah masih dirasa kurang. Yayuk mengatakan proses pemetaan guru tidak bisa dengan tergesa.Pemetaan harus teliti karena setiap guru akan dilakukan tes psikologi. Selain itu, pemetaan ini juga melihat kondisi rumah guru,apa berdekatan dengan sekolah atau berjauhan.
Bukan hanya itu saja, tingkat kesulitan pemetaan juga terjadi pada identifikasi kebutuhan guru mata pelajaran di masing-masing sekolah di Kota Pahlawan. Bisa jadi satu sekolah membutuhkan guru mata pelajaran A tetapi yang tersedia adalah guru mata pelajaran B maupun Z. Dengan berbagai persoalan itu, Pemkot lebih condong untuk mempertahankan para guru di Surabaya.
Mereka mendorong para guru untuk ikut program KKT (Kependidikan dan Kewenangan Tambahan). Dengan program ini guru-guru tersebut akan memiliki kewenangan tambahan selain bisa mengajar di SMP atau SMA, mereka juga bisa mengajar di SD. ”Kami juga akan meminta Kemendikbud untuk menambah kuota peserta KKT. Bahkan, Surabaya siap menggelar KKT mandiri.
Kami akan sampaikan ke kementerian,”beber Yayuk. Yayuk menegaskan tidak akan mengizinkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) mengambil kelebihan tenaga pada mapel tertentu. Jika dihitung total, Surabaya masih kekurangan guru. Misalnya guru agama masih sangat kurang, karena guru agama bukan hanya agama Islam melainkan non muslim.” Yang jelas kelebihan dari guru tertentu akan kami ratakan di sekitar Surabaya.
Bu Wali (Wali Kota Tri Rismaharini) sudah menyatakan itu, berarti sudah keputusan,” jlentreh Plt Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Surabaya M Taswin. Sikap serupa juga dilakukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sampang. Mereka mengaku masih kekurangan guru sekitar 900 orang. Padahal, dari penghitungan awal sudah jelas Sampang masuk daerah kelebihan guru.
”Kami tidak ingin guru dari Sampang dibawa ke luar daerah,” kata Kepala Dindik Kabupaten Sampang Heri Purnomo. Perhitungan kekurangan itu, ujar dia diperoleh dari masa pensiun guru yang akan terjadi pada 2013 mendatang. Dari perhituingan itu diketahui ada sekitar 900 kekurangan guru. Diantara kekurangan guru berada di SMP 50 orang, dan SMA/SMK sekitar 50 orang guru. Pengakuan kabupaten/kota itu membuat pelaksanaan SKB lima menteri tersendat.
Padahal, SKB lima menteri ini merupakan awal dari proyek pelaksanaan aturan lain,seperti rencana pemberlakuan Permenpan RB Nomor 16 Tahun 2009 tentang jabatan fungsional guru dan angka kreditnya disebutkan bahwa salah satu syarat untuk pengangkatan pertama kali dalam jabatan fungsional guru harus memiliki kinerja yang baik yang dinilai dalam masa program induksi.
Sementara dari catatan Dindik Jawa Timur,baik secara rasio guru dan siswa serta rasio rombongan belajar (rombel), banyak guru yang menumpuk di salahsatu bidang studi.Akibatnya banyak kelebihan guru yang menangani siswa, misalnya guru yang mengajar di Kota Madiun, rasio guru yang mengajar siswa mencapai 1:33,artinya satu guru mengajar 33 siswa. Idealnya,sesuai dengan PP No 74 Tahun 2008 tentang guru, perbandingan mengajar adalah satu guru mengajar 20 siswa atau 1:20.
Peraturan itu diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.UU ini secara tegas menyatakan bahwa kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Guru harus memiliki beban kerja paling sedikit 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan sebanyakbanyaknya 40 (empat puluh) jam tatap muka per minggu.
Untuk rasio rombel,banyak kelebihan guru siswa pada setiap rombel. Tidak tanggungtanggung, perbandingan kelebihan sangat mencolok mencapai 1:23 untuk tingkat SD, 1:32 untuk SMP, 1:33 untuk SMA, dan 1:34 untuk SMK.Padahal, rata-rata normalnya perbandingan ini adalah 1:20, kecuali SMK dengan perbandingan ideal 1:15. Data Dindik juga menyebutkan, untuk Jatim tingkat SD ada sekitar 145.827 rombel dengan 3.284.979 siswa, SMP 38.457 rombel dengan 1.204.900 siswa, SMA 14.644 rombel dengan jumlah siswa sebanyak 479.514 orang, sedangkan SMK ada 14.200 rombel dengan 476.251 siswa.
Dari jumlah rombel itu, bisa diketahui ada kelebihan guru karena perbandingannya rata-rata 1:23-1:34. ”Makanya, ini perlu dilakukan penataan yang benar,” ujar Kepala Dindik Jawa Timur Harun. Dengan melihat rasio guru dan siswa serta rasio rombel, Harun meminta supaya Dindik kabupaten/kota harus memaksimalkan lembaga dan rombel yang ada melalui regrouping lembaga yang mempunyai jarak berdekatan.
Dengan begitu, pemetaan data guru harus dilakukan dengan cermat perjenjang dan perbidang studi, sesuai dengan kebutuhan lembaga rombongan yang ada. Dia tidak menginginkan, redistribusi guru ceroboh. Redistribusi guru harus sesuai dengan kebutuhan lembaga dan rombel.
1 komentar:
Mbok ya mentri-mentri itu turun langsung kelapangan, tanya tuh guru-guru seperti apa keadaan dan jam mengajarnya, jangan karena skb 5 mentri membuat sesama guru tidak rukun dan saling sinis,
hoi.... pak mentri pertimbangkan lagi jangan asal buat peraturan diatas kertas.
Posting Komentar